Rabu, 07 Januari 2015

Menggapai Cita dan Cinta: In The Name of Epidemiolog #AkuEpidemiolog

Lulus sebagai epidemiolog, hal yang belum pernah terlintas bahkan setelah namaku tercatat secara resmi sebagai mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, namun sejak beberapa minggu ini menjadi trending topic dipikiranku. Sejak aku mengambil kertas pilihan peminatan bertuliskan “Epidemiologi dan Penyakit Tropik”. Belum begitu menyelami apa dan bagaimana isi dalam peminatan ini sebenarnya, tapi entah bagaimana tangan ini menuntun untuk melangkah lebih jauh ber-ma’rifat dengan bidang ini. Tentu ada campur tanganNya kan.. J
Setelah dengan ketetapan hati menginjakkan kaki di Epidemiologi dan Penyakit Tropik -sebut saja Epid-, aku mulai berpikir “akan jadi apa aku nanti?”. Epidemiolog? Jelas!. Namun, bagiku ada 2 jenis epidemiolog, pertama in the name of epidemiolog, kedua epidemiolog in the name. In the name of epidemiolog atau “atas nama epidemiolog” aku definisikan lulusan epidemiologi yang ilmunya terpakai, artinya ia mengabdi tepat bidang. Epidemiolog in the name atau “namanya sih epidemiolog” aku artikan kebalikannya, mengabdi diluar bidang epidemiologi. Aku milih yang mana? Jelas yang pertama.
Aku ingin menjadi yang pertama. Aku membayangkan semua orang di belahan bumi tahu status kesehatan mereka sendiri dengan data yang telah terdiseminasi oleh para epidemiolog. Bukankah untuk menyelesaikan suatu masalah harus tahu dulu bagaimana kondisi sekitar sehingga dapat diambil apa sebenarnya akar permasalahan timbulnya masalah tersebut. Jika semua orang menyadari bagaimana status kesehatan mereka sendiri maka masalah kesehatan yang ada akan lebih mudah terpecahkan. Menurut kesimpulanku selama ini, sebuah kelompok masyarakat bahkan tidak tahu bahwa mereka sebenarnya berisiko terhadap penyakit tertentu. Mereka tidak tahu bahwa banyak orang di kelompok mereka terinfeksi penyakit tertentu, dan karena ketidaktahuan itulah tentu saja mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk tidak ikut terinfeksi. Adanya data yang terdiseminasi dari para epidemiolog tentu sangat dibutuhkan sebagai dasar penentuan kebijakan kesehatan yang tepat berdasarkan masalah yang ada. Dampak dari ke-tahu-an masyarakat tentang status kesehatan mereka dan terbentuknya kebijakan kesehatan yang tepat tentu akan mengalir pada menurunnya Kejadian Luar Biasa (KLB). Sehingga terdiseminasinya data oleh epidemiolog secara kontinyu akan mencagah adanya new emergency disease yang akhir-akhir ini bahkan menjadi pe-er organisasi kesehatan dunia.
Sepertinya apa mimpiku sebagai lulusan epidemiologi sudah tergambar jelas. Masyarakat bumi tidak buta akan status kesehatan mereka sendiri. Selesai.

Selasa, 22 Juli 2014

Peace is Him that I always miss so badly

baru sadar, betapa berharganya kata damai
hidup bukan hidup tanpanya
siksa, damai yang kehilangan vokalnya
wahai pemilik cinta, bagi secuil benih damaimu
tabukan haram baginya, patrikan selamanya
peliharalah ia, jangan biarkan melarikan diri..
lengkapi hati dengan kekuatan mencengkeram damai
layak elang tak rela kehilangan mangsa pertama

Regret is always sick

aku sedih, tanpa bisa menolak maupun mengusirnya,
seperti ia ingin berlama-lama bertamu disini
aku sedih, sedihku yang telah nyaman ditempatnya..
menemui sedih hingga ruangan paling intim
menghadirkan keduanya diruang paling depan dan bercengkrama mesra

bukan salahnya memang..justru undangan yang membuatnya ada
itulah mengapa tuan rumah tidak mampu mengusirnya
ia menatap sinis si empunya, memamerkan potret 2 sejoli
yang sudah sekian lama menantikan sebuah kesempatan

nanar.

catatanku on Senin, 5 Mei 2014, 10.17 pm--

Minggu, 16 Maret 2014

Untukmu

--Aku ingin mengatakan aku merindunya, tapi renungan itu mendesak masuk dalam otak saat kata itu ingin kulontarkan

"Jika kau merindukannya, maka doakanlah..
..hingga kemurniannya tak terusik oleh nafsumu"

Jumat, 13 Desember 2013

Information and Technology in Public Health Perspective 1


What is technology? Everytime and everywhere, many of people always face to something related to technology. In this global zone, no one can live easily without it. In many of cases technology always take part in it, without exception in public health world.
Health Eye show us, especially in Indonesia, that public health actually very depend on how far the technology work. Besides the server skills about communication with others, public health employees also need the good technology. How? In medical, some health problem can fix easily with available of technology. For example, in check number of haemoglobin, there is an easy way to know with Haemocue. As long as the technology always in use, we don’t need to feel down about whatever our health problem.
So, how the condition in public health? What’s the relationship with technology? Public health needs technology in how clever the employee manage data and deal with it. The important of data in public health is to know statistic to conclude how health condition in one place. It’s important because we will ready to know how exactly health status of public with the data. There’s a few of mistake with data will make another perspection in citizen. And it’s a big fatal in public health. A public health should know how to operate hardware and software. Balance between the both.

A public health is a surveilan and the result of it have to present in an easy read to all of public, that’s a public health should be. So, Information and Technology is always important for a public health to make view of data that easy understand for everyone.

Selasa, 26 Maret 2013

Teori Terjadinya Penyakit


Teori Terjadinya Penyakit

1.  Teori Hipocrates
Teori Hipocrates menyatakan bahwa sebuah penyakit terjadi karena faktor lingkungan seperti udara, tanah, cuaca dan air. Bapak kedokteran dunia, Hipocrates (460-377 SM), berhasil membebaskan hambatan filosofis yang bersifat spekulatif superstitif (tahayul) dalam mengartikan terjadinya penyakit pada zamannya. Hipocrates menyebutkan 2 teori asal terjadinya penyakit yaitu, pertama, penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan kedua, penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal seseorang. Kedua teori tersebut termuat dalam bukunya yang berjudul “On Airs, Water and Places”.
Hipocrates merupakan orang yang sama sekali tidak mempercayai hal-hal yang berbau tahayul, ia meyakini bahwa penyakit terjadi karena proses alamiah belaka. Ia juga mengatakan bahwa masalah lingkungan dan perilaku penduduk dapat mempengaruhi tersebarnya penyakit pada masyarakat.
2.  Teori Contangion
Teori ini adalah teori yang paling sederhana, bahwa panyakit berasal dari kontak langsung antar penyakit seperti penyakit cacar dan herpes. Kontak langsung ini dapat berupa lewat media kulit (panu), melalui jarak jauh (udara/bersin), bersinggunangan dengan penyakitnya dan zat penular lainnya (kontangion).
Konsep teori contangion dicetuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553) yang mengatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui zat penular (transference) yang disebut kontangion. Girolamo membedakan 3 macam kontangion, yaitu pertama, jenis kontangion yang dapat menular melalui kontak langsung (bersentuhan, berciuman, hubungan seksual), kedua, jenis kontangion yang menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk dan sapu tangan, ketiga, jenis kontangion yang dapat menularkan dengan jarak jauh.
3.  Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Timbulnya penyakit adalah berasal dari uap sisa hasil pembusukan makhluk hidup, barang yang membusuk atau dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara dan dipercaya sebagai mengambil bagian dalam proses penyebaran penyakit. Konsep ini muncul pada sekitar abad 18-19.
Waktu itu, ada kepercayaan bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka ia akan terkena penyakit. Pencegahannya dapat dilakukan dengan menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari, karena orang percaya udara malam cenderung mengandung miasma. Kemudian, kebersihan juga dianggap hal penting untuk dapat mencegah/menghindari miasma tersebut. Saat ini cara sanitasi yang dilakukan sangat efektif mengurangi tingkat kematian.
4.  Teori Kuman (Germ Theory)
Teori ini menyatakan bahwa penyebab penyakit adalah berasal dari kuma. Para ilmuan saat itu diantaranya Louis Pasteur (1822-1895), Robert Koch (1843-1910) dan Ilya Mechnikov (1845-1016) mengatakan bahwa mikroba merupakan etiologi penyakit.
Pengamatan Louis Pasteur pada fermentasi anggur adalah salah satu bukti konsep teori Kuman. Ia menemukan proses pasteurisasi dalam melakukan fermentasi tersebut, yaitu dengan cara memanasi cairan anggur hingga temperature tertentu sampai kuman yang tak diinginkan menyebabkan kegagalan fermntasi mati tapi cairan anggur tidak rusak. Temuan lainnya yang mengesankan adalah adanya virus rabies dalam organ saraf anjing, dan berhasil menemukan vaksin anti rabies. Untuk itulah Louis Pasteur dijuluki Bapak Teori Kuman.
Tokoh lainnya adalah Robert Koch. Temuannya dikenal dengan “Postulat Koch” yang terdiri dari, pertama, kuman harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak pada yang sehat, kedua, kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya, ketiga, kuman yang dibiakkan dapat ditularkan secara sengaja pada hewan yang sehat dan menimbulkan penyakit yang sama, dan keempat, kuman tersebut harus bisa diisolasi ulang dari hewan yang diinfeksi.
5.  Segitiga Epidemiologi (Epidemiology Triangle)
Teori yang dikembangkan oleh John Gordon ini menggambarkan hubungan 3 komponen penyebab penyakit yaitu host, agen dan lingkungan (dibentuk segitiga). Agen merupakan entitas yang diperlukan untuk mengakibatkan penyakit pada host yang rentan. Agen dapat bersifat biologis (parasit, bakteri, virus), juga dapat bersifat bahan kimia (racun, alkohol, asap), fisik (trauma, radiasi, kebakaran), atau gizi (defisiensi, kelebihan). Agen memiliki sifat, pertama, infektivitas yaitu kemampuan agen untuk mengakibatkan infeksi pada host yang rentan, kedua, patogenitas yaitu kemampuan agen untuk menyebabkan penyakit pada host, dan ketiga virulensi yaitu kemampuan agen untuk menimbulkan berat ringan suatu penyakit pada host.
Host merupakan manusia atau organisme yang rentan oleh adanya agen. Faktor internal host meliputi umur, jenis kelamin, ras, agama, adat pekerjaan dan profil genetik. Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari agen atau host, tetapi dapat mendukung masuknya agen ke dalam host dan menimbulkan penyakit.
6.  Jala-jala Kausasi (The Web of Causation)
Pencetus teori ini adalah MacMahon dan Pugh (1970). Konsepnya adalah setiap panyakit tidak hanya tergantung kepada sebuah faktor penyebab, melainkan tergantung kepada sejumlah faktor dalam rangkaian proses sebab akibat. Terdapat faktor sebagai promotor da nada pula sebagai inhibitor. Semua faktor secara klektif dapat membentuk “web of causation” dimana setiap penyebab saling terkait satu sama lain. Perubahan pada salah satu faktor dapat berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit. Kejadian penyakit pada suatu populasi mungkin disebabkan oleh gejala yang sama (phenotype), mikroorganisme, abnormalitas genetik, struktur social, perilaku, lingkungan, tempat kerja, dan faktor lainnya yang berhubungan. Sehingga, timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik.
7.  Model Roda (The Wheel Causation)
Teori ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya sebagai roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetic pada bagian intinya, dan lingkungan biologis, social, fisik, mengelilikgi manusianya. Ukuran komponen roda bersifat relatif, tergantung problem spesifik penyakit yang bersangkutan. Contoh pada penyakit herediter, proporsi inti genetik relatif lebih besar, sedang pada penyakit campak status imunitas manusia dan lingkungan biologis lebih penting daripada faktor genetik. Peranan lingkunagn social lebih besar dari yang lainnya dalam hal stress mental, sebaliknya pada penyakit malaria peran lingkungan biologis lebih besar.


Sumber: Modul Materi Dasar Epidemiologi semester 3 FKM UNDIP 2010